PROPOSAL PENELITIAN
NILAI- NILAI AKHLAK DALAM NOVEL AYAT- AYAT CINTA 2
KARYA HABIBURRAHMAN EL- SHIRAZY
Oleh
NURUL AFIATUL HUDA
NPM: 15.03.3166
A.
Latar Belakang Masalah
Akhlak mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Karena
akhlak merupakan indikator yang digunakan dalam menentukan harga diri
seseorang. Apabila akhlak seseorang baik, maka tinggi pula harga dirinya. Dan
sebaliknya apabila akhlak seseorang buruk, maka rendah pula harga dirinya.
Bukan hanya itu, telah diketahui bahwasanya tujuan pendidikan akhlak dalam
Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada dijalan
yang lurus (al-shirath al-mustaqim), yaitu jalan yang telah digariskan
oleh Allah SWT. Jalan yang lurus, sebagaimana dalam firman Allah SWT:
صِرَاطَ
الَّذيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِالْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلا َ
الضَّآلِّيْنَ
(yaitu) jalan
orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (Q.S Al-Fatihah: 7).
Akhlak menurut Abdullah Darroz adalah suatu kekuatan
dalam kehendak yang mantap, kekuatan, dan kehendak mana berkombinasi membawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau
pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat). Akhlak sendiri dijadikan
sebagai tolak ukur dari perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Kebenaran
akhlak sendiri berasal dari Tuhan.
Istilah akhlak seringkali dikaitkan dengan moral dan
etika, karena ketiga istilah tersebut sama-sama membahas tentang baik dan buruk
perilaku seseorang, namun pada hakikatnya ketiga istilah tersebut mempunyai
perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada sumber hukum yang digunakan dari
masing-masing istilah tersebut.
Moral berasal dari bahasa Latin ”Mores” yang
berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang
diterima umum atau masyarakat. Sedangkan Etika adalah sebuah tatanan perilaku
berdasarkan suatu sistem tata nilai masyarakat tertentu. Etika lebih banyak
dikaitkan dengan ilmu atau filsafat. (Khozin, 2013: 135-137).
Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati
kedudukan yang istimewa dan sangat penting. Hal tersebut dapat dilihat dari
hal-hal berikut ini: 1) Rasulullah menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia
sebagai misi pokok Risalah Islam. 2) Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok
agama Islam, sehingga Rasulullah SAW pernah mendefinisikan agama itu dengan
akhlak yang baik (Husn al-khuluq) 3) Akhlak yang baik akan memberatkan
timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari kiamat. 4)Rasulullah SAW menjadikan baik buruknya
akhlak seseorang sebagai ukuran kualitas imannya. 5) Islam menjadikan akhlak
yang baik sebagai bukti dan buah dari ibadah kepada Allah SWT. 6) Nabi SAW
selalu berdoa agar Allah SWT selalu membaikkan akhlak beliau.7) Didalam
Al-Qur‟an banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan akhlak.(Ilyas,
2006).
Didalam Al-Qur‟an telah dijelaskan dengan sangat detail
tentang bagaimana cara berhubungan dengan Allah SWT (Hablum minallah)
dan hubungan kepada sesama manusia (Hablum minannas) disamping itu juga masih ada hubungan dengan
lingkungan sekitar dan makhluk hidup yang lain. Bahkan akhlak sendiri memiliki
dua sasaran yaitu Pertama, akhlak kepada Allah SWT. Kedua, akhlak kepada sesama
makhluk. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوْاْ اللهَ
وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَاللهَ كَثِيْرًا
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab:21).
Bahkan Nabi Muhammad SAW memberikan perhatian yang besar
terhadap pendidikan Al-Qur‟an. Karena Al-Qur‟an
merupakan kitab yang lengkap dan sempurna daripada kitab-kitab
sebelumnya. Melalui pendidikan Al-Qur‟an pula Nabi Muhammad SAW mengajarkan
ilmu- ilmu tentang bermacam-macam fadhillah, wawasan keilmuan, akhlak,
adat istiadat yang baik, dan manfaat ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia
(Untung, 2007: 92).
Bagi Nabi Muhammad SAW, Al-Qur‟an sebagai cerminan
berakhlak. Orang yang berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan melaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari, maka sudah termasuk meneladani akhlak Rasulullah SAW.
(Makhbulloh, 2011:140)
Dalam Erwati Aziz, Shalih Abdul Aziz mengatakan bahwa
pendidikan akan sempurna apabila menjadikan pendidikan akhlak sebagai dasarnya.
Perkataan Shalih Abdul Aziz tersebut tidak berlebihan karena hampir setiap hari
kita mendengar dan melihat kejahatan dan tindak kriminal yang ada dimana-mana.
Tidak hanya dinegara Indonesia, bahkan di negara-negara maju pun juga terjadi.
Penyebab terjadinya tindakan kejahatan tersebut adalah akhlak manusia sekarang
yang sudah semakin jatuh dan melebur bersama sikap hedonisme
(Aziz,2003:102)
Berdasarkan pemaparan di atas dapat di ketahui bahwa dari
dulu sampai sekarang masalah Akhlak mempunyai kedudukan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dan
bangsa. Oleh karena itu akhlak selalu mendapat perhatian lebih.
Novel merupakan salah satu karya sastra yang bisa
mempengaruhi kejiwaan pembacanya. Novel yang baik adalah novel yang isinya
mengandung tentang keteladanan tokoh ataupun hal yang positif. Karena bisa jadi
banyak anak muda yang mengidolakan tokoh yang ada dalam novel. Apabila tokoh
utama dalam novel banyak mengajarkan tentang kebaikan maka sedikit demi sedikit
mereka akan meniru perilaku tokoh utama tersebut.
Habiburrahman El-Shirazy mencoba menyampaikan kehidupan
para pemuda yang kuliah diluar Negeri yaitu Mesir melalui Novel AyatAyat Cinta
1. Novel ini termasuk novel religi di mana dalam novel ini terdapat beberapa
pesan-pesan yang sarat makna, di antaranya semangat menuntut ilmu, sabar,
tenggang rasa dan lainnya. Novel ini mengisahkan perjuangan Fahri Abdullah atau
sering disapa dengan Fahri, dia seorang pemuda yang berasal dari Indonesia.
Fahri adalah seorang pemuda yang sederhana dan sangat haus dengan ilmu
pengetahuan. Hal itu dibuktikan ketika Fahri terpilih menjadi salah satu murid talaqqi
Syaikh Usman, dia begitu bersemangat dalam mengikutinya, sampai suatu saat
Fahri terkena Heatstroke, yang disebabkan cuaca yang ekstrim dan badai
pasir yang hebat. Tetapi hal itu tidak mematahkan semangat Fahri untuk menimba
ilmu pada Syaikh Usman, baginya menjadi salah satu murid dari Syaikh Usman
merupakan kebanggaan yang tak ternilai.
Selain membahas tentang tholabul ‘ilmi, novel ini juga membahas
tentang kesabaran, perjuangan, dan cinta segitiga.
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini juga terdapat pesan
atau nilai akhlak yang patut untuk di jadikan teladan. Nilai-nilai akhlak
tersebut diantaranya adalah Pertama Akhlak kepada Allah yang meliputi
sabar, syukur, ikhlas, husnudzan, malu kepada Allah Swt. Kedua Akhlak
kepada sesama manusia yang meliputi tolong menolong, memelihara ukhuwah,
penyayang, disiplin, menghormati guru
Ketiga Akhlak terhadap keluarga yang meliputi berbakti kepada kedua
orangtua, berlaku baik pada keluarga, saling menyayangi .
Perjalanan Fahri di Inggris ini untuk menyelesaikan riset
postdocnya. Tokoh Fahri dalam novel ini dikisahkan sebagai seorang tokoh
yang baik akhlaknya, jiwa wirausaha yang kuat, dan mempunyai wawasan ilmu pengetahuan yang luas.
Dalam novel ini di kisahkan berbagai cobaan dan kebahagiaan yang di peroleh
Fahri selama melakukan riset di sana.
Dalam novel ini banyak di kisahkan tokoh Fahri dengan akhlak-akhlak
mulianya, sehingga novel ini mendapat banyak tanggapan positif.
Novel novel Ayat-Ayat Cinta 2 sangat layak
dijadikan bahan bacaan yang berkualitas, khususnya bagi kalangan remaja karena
di dalam novel ini terdapat nilai-nilai akhlak dan nilai- nilai pendidikan
Islam dan gambaran-gambaran tentang permasalahan-permasalahan yang terjadi pada
kalangan remaja. Pembaca
akan meneladani karakter remaja Islam terutama mengenai karakter Fahri
yang memiliki budi pekerti yang baik, berprestasi dan kreatif.
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk membahas mengenai
kandungan nilai-nilai akhlak dalam novel novel Ayat-Ayat Cinta 2 dalam sebuah skripsi yang berjudul: “Nilai-Nilai Akhlak dalam Novel novel Ayat-Ayat Cinta 2 Karya Habiburrahman El Shirazy”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok
bahasan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah nilai- nilai akhlak terhadap
Agama?
2. Bagaimanakah nilai- nilai akhlak terhadap
Lingkungan?
3. Bagaimanakah nilai- nilai akhlak terhadap Sesama
Manusia?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas
maka tujuan penelitiannya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui nilai- nilai akhlak terhadap
Agama.
2. Untuk mengetahui nilai- nilai akhlak terhadap
Lingkungan
3. Untuk mengetahui nilai- nilai akhlak terhadap Sesama
Manusia.
D.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
baik teoritis maupun praktis, antara lain:
1.
Kegunaan Teoritis
Diharapkan dapat
mendeskripsikan nilai-nilai Akhlak apa saja yang terdapat dalam novel novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy dan juga dapat mendeskripsikan apa
saja nilai- nilai akhlak terhadap agama, lingkungan dan sesama manusia.
2.
Kegunaan Praktis
a.
Bagi dunia sastra
Diharapkan penelitian ini dapat
memberi masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat sebuah karya,
yaitu tidak hanya memuat tentang keindahan dan hiburan semata sebagai daya jual
namun juga memperhatikan isi dan memasukkan pesan-pesan yang dapat diambil dari
karya sastra tersebut berupa nilai-nilai Akhlak.
b.
Bagi dunia pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
terhadap penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka
melaksanakan pendidikan melalui media cerita yang inspiratif dalam mendidik
siswa.
E.
Landasan Teori
1. Konsep Nilai
a. Definisi Nilai
Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini
sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola pemikiran,
perasaan, keterikatan maupun pola tingkah laku. (Hanafi, 2001:88). Memberikan corak yang khusus pada pola
pemikiran, perasaan, keterikatan maupun pola tingkah laku. (Hanafi, 2001:88).
Nilai adalah
keyakinan mengenai cara bertingkah laku seseorang dan juga digunakan sebagai
prinsip atau standar dalam hidupnya (Alfan, 2013: 60).
Sementara Mustafa dalam Zakiyah
mengemukakan bahwa nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value (bahasa
inggris) (moral value). Nilai adalah segala hal yang berhubungan dengan
tingkah laku mengenai baik, buruk yang diukur oleh agama, tradisi, etika, moral
dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat, dimana nilai dijadikan tolak ukur
dalam bertingkah laku.
Jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa nilai adalah suatu patokan yang dijadikan tolak ukur untuk
menilai baik buruknya tingkah laku seseorang yang diukur oleh agama, tradisi,
etika, dan moral.
b.
Sumber Nilai
Adanya nilai sosial di dalam masyarakat bersumber pada
tiga hal, yaitu Tuhan, masyarakat dan individu.
1)
Nilai yang bersumber dari
Tuhan
Sumber nilai ini diketahui
melalui ajaran agama yang tertulis di dalam kitab suci. Terdapat nilai yang bisa
memberikan pedoman dalam bertingkah laku dan sikap dengan sesama di dalam
ajaran agama. Contohnya adanya nilai kasih sayang, ketaatan, hidup sederhana,
kejujuran dan sebagainya. Nilai yang bersumber dari Tuhan dikenal dengan nilai theonom.
2)
Nilai yang bersumber dari
masyarakat
Masyarakat bersepakat
mengenai suatu hal yang dianggap baik dan luhur, lalu di jadikannya sebagai
pedoman dalam berperilaku sehari- hari. Contohnya sopan santun kepada orang
tua. Nilai yang bersumber dari hasil kesepakatan banyak orang di sebut nilai heteronom.
3)
Nilai yang bersumber dari
Individu
Dasarnya memang setiap
individu mempunyai suatu hal yang baik, penting, dan luhur. Contohnya gigih
dalam bekerja. Seseorang menganggap bahwa kerja keras merupakan hal yang
penting untuk meraih keberhasilan.
Seiring berjalannya waktum
nilai ini di ikuti oleh orang lain dan akhirnya nilai tersebut akan menjadi
milik bersama. Kenyataannya, milai sosial yang berasal dari individu sering
ditularkan dengan cara memberi contoh perilaku sejalan dengan nilai yang di
maksud. Nilai yang bersumber dari individu di sebut nilai otonom.
c.
Pembagian Nilai
1) Menurut Notonegoro nilai terbagi menjadi tiga
yaitu
a)
Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna untuk unsur
fisik. Contohnya sandang, pangan dan papan.
b)
Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna dalam kegiatan
tertentu. Contohnya baju olahraga ketika ada kegiatan olahraga.
c)
Nilai kerohanian, yaitu sesuatu yang berguna bagi batin
atau nurani manusia. Contohnya akal, estetika dan religi.
2)
Menurut bentuk dan
wujudnya nilai terbagi menjadi dua, yaitu:
a)
Nilai material atau
jasmani (nilai konkret)
b)
Nilai immaterial
atau rohani (nilai abstrak)
3)
Menurut cirinya nilai
terbagi menjadi dua, yaitu:
a)
Nilai dominan atau
penting.
Banyak orang yang menganutnya, lamanya orang menganut
nilai tersebut, tinggi rendahnya usaha mencapainya, kebanggaan orang
menggunakan nilai itu.
b)
Nilai mendarah daging atau
internalized value
Nilai yang sudah menjadi kepribadian dan kebiasaan
seseorang. Ketika di langgar akan merasa bersalah atau kecewa (https://www.yuksinau.id/nilai-sosial/#Sumber_Nilai_Sosial di akses pada 05 Maret 2019)
2.
Konsep Akhlak
a.
Definisi Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq,
artinya tingkah laku, perangai dan tabiat. Sedangkan menurut istilah, akhlak
adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan
tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Dengan demikian, akhlak pada
dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan
diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan
(Muqni’ah, 2011: 104).
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab jamak dari kata
khuluq. Para ahli mengartikan akhlaq dengan istilah watak, tabi’at, kebiasaan,
perangai, aturan. Definisi akhlak menurut ulama akhlak:
1)
Ibnu Maskawah mengangkat akhlak adalah kadar jiwa yang
senantiasa mempengauhi untuk bertingkah laku tanpa pemikiran dan pertimbangan.
2)
Sidi Ghazalba menurutnya akhlak adalah sikap kepribadian
yang melahirkan perbuatan manusia terhadap Tuhan dan manusia, diri sendiri, dan
makhluk lain, sesuai dengan suruhan dan larangan serta petunjuk al- Qur’an dan
Hadits (Riadi, Nurlaili dan Junaidi, 2017: 98-99).
Akhlak secara etimologi (arti bahasa) berasal dari kata khalaqa
yang kata asalnya khuluqun, yang
berarti perangai, tabiat dan adat.selain itu juga dari kata khaqun yang
berarti kejadian, buatan, dan ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti
peringai, adat, tabi’at atau sistem perilaku yang dibuat. Karenanya akhlak
secara kebahasaan bisa baik atau bisa buruk tergantung kepada tata nilai yang
dipakai sebagai landasannya. Meskipun secata sosiologis di Indonesia kata
akhlaq sudah mengandung konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang
yang berakhlak baik (Mukni’ah,2011: 104-105).
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang
yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan
yang baik (Mukni’ah,2011:105)
Menurut Syarif dalam kerangka dasar Islam mendefinisikan
akhlak adalah sikap yang menimbulkan perilaku baik dan buruk (Riadi, Nurlaili
dan Junaidi, 2017: 99).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan beberapa ciri
dalam perbuatan akhlak Islam:
1)
Perbuatan yang tertanam kuat dalam jiwa yang menjadikan
kepribadian seseorang.
2)
Perbuatan yang dilakukan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan
3)
Perbuatan itu merupakan kehendak diri yang dibiasakan
tanpa paksaan
4)
Perbuatan itu berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan Hadis.
5)
Perbuatan itu berprilaku terhadap Allah, manusia, diri
sendiri, dan makhluk lainnya (Riadi, Nurlaili dan Junaidi, 2017: 99).
Pendidikan akhlak berkisar tentang persoalan kebaikan dan
kesopanan, tingkah laku yang terpuji serta berbagai persoalan yang timbul dalam
kehidupan sehari- hari dan seharusnya seorang siswa bertingkah laku (Riadi,
Nurlaili dan Junaidi, 2017: 99-100).
Pendidikan akhlak ini sangat penting diterapkan untuk
pembinaan atau pembentukan tingkah lakunya.
Ibnu Sina sangat menekankan pentingnya pendidikan akhlak,
semata- mata di sebabkan karena akhlak sumber segala- galanya dan kegidupan
bergantung pada akhlak (tidak ada kehidupan tanpa akhlak (Riadi, Nurlaili dan
Junaidi, 2017: 100).
Al-Ghazali menghendaki agar pendidikan itu dilandasi
dengan agama dan akhlak. Landasan berakhlak adalah:
1) Al-Qur’an
Akhlak Rasulullah adalah akhlak al- Qur’an. Rasulullah
juga diibaratkan al- Qur’an yang berjalan.
2) As- Sunnah
Mengikuti sunnah berarti mengikuti cara Rasulullah
bersikap, bertindak, berpikir, dan memutuskan. Seperti hadis Rasulullah yang berbunyi
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR.
Imam Malik).
Hubungan akhlak dengan ilmu pendidikan sangat mendasar
dalam hal teoritik dan pada tatanan praktisnya. Sebab, dunia pendidikan sangat
besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku akhlak seseorang (Riadi,
Nurlaili dan Junaidi, 2017: 100).
Pendidikan Islam mengajarkan bagaimana bertingkah laku,
bersikap sesama dan bersikap kepada pencipta (Allah). Begitu pentingnya
pendidikan akhlak terhadap seseorang, sehingga Islam pun membina akhlak melalui
rukun Iman dan rukun Islam (Riadi, Nurlaili dan Junaidi, 2017: 101).
Salahsatu ayat al- Qur’an tentang pendidikan akhlak
adalah al- Qur’an surat al- Maidah ayat 88:
وَكُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلاَلاًطَيِّبًا ۚ وَاتَّقُواْ اللهَ
الَّذِى أَنْتُمْ بِهِے
مُؤْمِنُوْنَ
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik
dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya”
( Q.S. al- Maidah: 88)
Dalam ayat diatas
Allah menegaskan dan mengajarkan kepada hambanya agar memakan makanan yang
halal dan baik sebagai rezeki yang diberikan Allah kepada hambanya. Pendidikan
akhlak yang terkandung dalam ayat ini
adalah bagaimana cara seseorang untuk mendapatkan rezeki tersebut. Allah
mengajarkan kepada hamba- Nya untuk mencari rezeki itu dengan cara yang halal (Riadi, Nurlaili dan Junaidi, 2017: 101).
Pembinaan akhlak dalam
kehidupan sehari- hari dapat dilakukan melalui rukun iman dan rukun Islam
sebagai berikut:
1)
Melalui pemahaman dan kesadaran
akan apa yang terkandung dalam rukun iman dan implementasinya dalam kehidupan
2)
Melalui pengalaman terhadap rukun
Islam dengan pemahaman dan kesadaran yang di ikuti inernalisasi nilai rukun
Islam dalam kehidupan harian.
3)
Pembiasaan diri dengan nilai-
nilai dalam kehidupan sehari- hari akan tertanam kuat menjadi jati diri.
4)
Memperbanyak membaca hadis
Rasulullah Saw untuk mengisi akal pikiran inspirasi bertindak dan berprilaku
serta menjadi standar dalam berakhlak mulia (Riadi, Nurlaili dan Junaidi, 2017: 102).
b.
Karakteristik Akhlak
Islam adalah agama yang dibawa
oleh para nabi dan rosul. Bahwa Allah Swt tidak mengutus para nabi dan rasul-
Nya kecuali mengajak manusia untuk menganut agama Islam dengan artian berserah diri
kepada Allah, mengesakan Allah dan beribadah kepada Allah semata (Mukni’ah,
2011: 108).
Oleh karena itulah, ketika Allah
Swt mengutus Nabi akhir zaman, fokus yang dibawa beliau adalah mengajak manusia
untuk berislam seperti yang telah di ajarkan oleh nabi- nabi dan rasul- rasul
sebelumnya. Lalu, Allah memproklamasikan bahwa hanya Islamlah yang di ridhai
oleh Allah Swt. Sebagaimana yang di sebutkan dalam ayat- Nya:
Di haramkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang di sembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang di tanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (di haramkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah iyu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang- orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada- Ku.
Padahari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat- Ku dan telah Ku- ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka
barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengajaberbuat dosa, sesungguhnya
Allah maha pengampun lagi maha penyayang. (Q.S. al- Maidah:3)
(Mukni’ah, 2011: 108-109).
Selain itu bagi siapa yang tidak
menambil Islam sebagai agamanya dan jalan hidupnya, dirinya akan tertolak dan
merugi dunia akhirat. Allah Swt berfirman:
Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali- kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia diakhirat termasuk orang- orang yang rugi. (Q.S. Ali ‘Imran: 85)
Olehkarena itu, perlu dipahami
bahwa Islam adalah agama yang memiliki karakteristik yang universal sehingga
mampu menjangkau lapisan masyarakat yang berlainan dan beragam model dan
bentuknya, dari ras suku bangsa, warna kulit, bahasa, jenis dan kedudukan.
Dengan itulah Islam memberikan banyak solusi dalam berbagai kehidupan di
sepanjang zaman. Hal inilah yang merupakan karakteristik dari ajaran Islam yang
hakiki (Mukni’ah,2011: 109).
Prinsip akhlak dalam Islam yang
paling menonjol ialah bahwa manusia bebas melakukan tindakan- tindakannya, ia
punya kehendak untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu. Ia merasa bertanggung
jawab terhadap seuma yang dilakukannya dan harus menjaga apa yang di halalkan
dan di haramkan Allah. Maka, tanggung jawab pribadi ini merupakan prinsip
akhlak yang paling menonjol dalam Islam, dan semua urusan keragaman seseorang
selalu di sandarkan pada tanggung jawab pribadi (Mukni’ah,2011: 109- 110)
Islam ialah kelengkapan dan luas
bidangnya yang meliputi semua aspek perbuatan manusia sama ada mengenai
dirinya, orang lain atau yang berkaitan dengan perseorangan atau kemasyarakatan
dan kenegaraan. Tidak ada suatu pun perbuatan manusia yang keluar dan tidak
diatur oleh peraturan akhlak Islam. Kesyumulan akhlak Islam ialah ia tidak
berpisah dengan semua bidang- bidang kehidupan manusia (Mukni’ah,2011: 110).
c.
Jenis- jenis Akhlak
Akhlak yang baik kepada
Allah berucap dan bertingkah laku terpuji terhadap Allah Swt. Baik melalui
ibadah langsung kepada Allah seperti shalat, puasa dan sebagainya, maupun
melalui perlaku tertentu yang mencerminkan hubungan dan komunikasi dengan Allah
di luar ibadah itu. Artinya akhlak yang terpuji sangat menentukan komunikasi
dengan Allah melalui berbagai tindak- tanduk yang memperlihatkan sisi
ketundukan kepada Allah( Mukni’ah, 2011: 119).
Allah sangat menyukai
hamba- Nya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam Islam disebut
sebagai akhlak mahmudah. Beberapa contoh akhlak terpuji antara lain
adalah bersikap jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, tawadhu,
istiqamah, dll.
Menurut sifatnya, akhlak
dibagi menjadi dua, yaitu:
1)
Akhlak Mahmudah
(akhlak terpuji) atau Akhlak Karimah (akhlak mulia), adalah
perbuatan-perbuatan baik yang datang dari sifat-sifat baik yang datang dari
sifat-sifat batin yang ada dalam hati menurut syara'. Sifat-sifat itu biasanya disandang oleh
para Rasul, anbiya, aulia dan orang-orang yang salih (Mansur, 2007: 239).
Dalam pengertian lain,
akhlak mahmudah adalah akhlak yang senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah
yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat,
seperti sabar, jujur, ikhlas, bersyukur, tawadlu
(rendah hati), husnudzdzon (berperasangka
baik), optimis, suka menolong orang
lain, suka bekerja keras dan lain-lain (Aminuddin, dkk, 2014: 153).
2)
Akhlak Madzhmumah
(akhlak tercela) atau Akhlak Sayyi'ah (akhlak yang jelek) merupakan
akhlak yang tidak dalam kontrol ilahiyah, atau berasal dari hawa nafsu
yang berada dalam lingkaran syaitaniyah dan dapat membawa suasana negatif serta
destruktif bagi kepentingan umat manusia, seperti takabbur (sombong), su'udzon (berprasangka
buruk), tamak, pesimis, dusta, kufur, berkhianat, malas, dan lain-lain
(Aminuddin, dkk, 2014: 153).
d.
Akhlak terhadap Agama,
Lingkungan Masyarakat dan Diri sendiri.
1)
Akhlak terhadap Agama
Akhlak terhadap agama
meliputi beriman kepada Allah, taat kepada Rasul serta meniru segala tingkah
laku beliau (Mukni’ah, 2011: 117-118).
Akhlak yang baik kepada
Allah berucap dan bertingkah laku yang terpuji terhadapAllah Swt. Baik melalui
ibadah langsung kepada Allah seperti shalat, puasa dan sebagainya, maupun
melalui perilaku- perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi
dengan Allah di luar ibadah itu. Berakhlak yang baik antara lain meliputi:
a)
Beriman, yaitu meyakini
wujud dan keesan Allah serta meyakini apa yang di firmankan-Nya. Seperti iman
kepada malaikat, kitab- kitab, rasul hari kiamat dan qadha dan qadar.
Beriman merupakan fondamen dari seluruh bangunan akhlak Islam. Jika
Iman telah tertanam di dada, maka ia akan memancar kepada seluruh perilaku
sehingga membentuk kepribadian yang menggambarkan akhlak Islam.
b)
Taat, yaitu patuh kepada
segala perintah-Nya dan menjauhkan segala larangan-Nya. Sikap taat kepada
perintah Allah merupakan sikap yang mendasar setelah beriman. Ia merupakan
gambaran langsung dari adanya Iman di dalam hati.
c)
Ikhlas, yaitu melaksanakan
perintah Allah dengan pasrah dan mengharapkan sesuatu kecuali keridhaan Allah.
d)
Khusyuk, yaitu
melaksanakan perintah dengan sungguh- sungguh. Khusyuk melahirkan ketenangan
batin dan perasaan bahagia pada orang yang melakukannya. Karena itu, segala
bentuk perintah yang dilakukan dengan khusyuk melahirkan kebahagiaan hidup.
e)
Husnudzan, yaitu berbaik sangka kepada Allah. Apa saja yang diberikan-Nya merupakan
pilihan yang terbaik untuk manusia. Berprasangka baik kepada Allah merupakan
gambaran harapan dan kedekatan seseorang kepada-Nya sehingga apa saja yang
diterma-Nya dipandang sebagai sesuatu yang terbaik bagi dirinya. Oleh karena
itu, seorang yang husnudzon tidak akan mengalami perasaan kecewa atau
putus asa yang berlebihan.
f)
Tawakal, yaitu
mempercayakan diri kepada Allah dalam melaksanakan suatu kegiatan atau rencana.
Sikap tawakal merupakan gambaran dari sabar dan menggambarkan kerja keras dan
sungguh- sungguh dalam melaksanakan suatu rencana. Apabila rencana tersebut
menghasilakn keinginan yang diharapkan atau gagal dari harapan yang semestinya.
Ia akan mampu menerimanya tanpa penyesalan.
g)
Syukur, yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada
Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Ungkapan syukur dilakukan dengan
kata- kata dan perilaku. Ungkapan dalam bentuk kata- kata adalah mngucapkan hamdallah
setiap saat, sedangkan bersyukur dengan perilaku dilakukan dengan cara
menggunakan nikmat Allah sesuai dengan semestinya.
h)
Bertasbih, yaitu
mensucikan Allah dengan ucapan, yaitu memperbanyak mengucapkan subhanallah (maha
suci Allah) serta menjauhkan perilaku yang dapat mengotori nama Allah Yang Maha
Suci.
i)
Istigfar, yaitu meminta
ampun kepada Allah atas segala dosa yang pernah dibuat dengan mengucapkan astagfirullahal
adzim (aku memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung). Sedangkan
istigfar melalui perbuatan dilakukan dengan cara tidak mengulangi dosa yang
telah di lakukan. (Suryana, dkk:189: 191)
2)
Akhlak terhadap Lingkungan
Seorang muslim memandang
alam sebagai milik Allah yang wajib disyukuri dengan cara mengelolanya dengan
baik agar bermanfaat bagi manusia dan bagi alam itu sendiri. Pemanfaatan alam
dan lingkungan hidup bagi kepentingan manusia hendaknya disertai sikap tanggung
jawab untuk menjaga agar tetap utuh dan lestari.
Berakhlak kepada
lingkungan alam adalah menyikapinya dengan cara memelihara kelangsungan hidup
dan kelestariannya. Agama Islam menekankan agar manusia mengendalikan dirinya
dalam mengeksploitasi alam, sebab alam yang rusak akan dapat merugikan bahkan
menghancurkan kehidupan manusia sendiri.
Seorang muslim di tuntut
untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin), yaitu
memandang alam dan lingkungannya dengan rasa kasih sayang (Suryana,dkk: 196).
3)
Akhlak terhadap Sesama
Manusia
a)
Akhlak terhadap diri
sendiri
Akhlak terhadap diri
sendiri meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan larangan merusak,
membinasakan dan menganiaya diri baik secara jasmani (memotong dan merusak
badan), maupun secara ruhani (membiarkan larut dalam kesedihan) (Mukni’ah,
2011: 117-118).
Akhlak terhadap diri
sendiri diantaranya adalah:
Pertama, setia (al- amanah), yaitu sikap pribadi setia, tulus hati dan jujur
dalam melaksanakan sesuatu yang di percayakan kepadanya, baik berupa harta,
rahasia, kewajiban atau kepercayaan lainnya. Orang yang setia adalah orang yang
memegang kepercayaan dengan baik sesuai dengan keharusannya. Allah:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ
تُؤَدُّوْاالْاَمٰنٰتِ اِلٰى
أَهْلِهَا
sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada yang berhak. (Q.S. An- Nisa: 58).
Kebalikan
dari akhlak ini atau akhlak madzmumah adalah khianat, yaitu menyalahi
kepercayaan dan kejujuran.
Kedua,benar (as- Shidqatu), yaitu berlaku benar
dan jujur baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sebagaimana firman Allah:
يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْااتَّقُوْاللّٰهَ
وَكُوْنُوْا مَعَ الصّٰدِقِيْنَ
Hai
orang- orang yang beriman berbaktilah kepada Allah dan masuklah kepada golongan
orang- orang yang benar.
(Q.S. At- Taubah: 199).
Kebalikan
dari benar adalah dusta, yaitu menyalahi kenyataan yang sebenarnya.
Ketiga,
adil (al-‘adlu), yaitu menempatkan
sesuatu pada tempatnta. Adil terdiri atas adil perseorangan, yaitu tindakan
memberikan hak kepada yang mempunyai hak tanpa menguranginya. Adil dari segi
hukum atau masyarakat adalah memutuskan suatu perkara sesuai dengan hukum,
tanpa memandang latar belakang. Pemerintah yang adil adalah yang mengusahakan
rakyatnya sejahtera. Firman Allah:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ وَلاَيَجْرِمَنَّكُمْ شَنَئَانُ
قَوْمٍ عَلَۤى اَلاَّ تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى، وَاتَّقُوْا اللهَ خَبِيْرٌ
بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Hai
orang- orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri lurus karena Allah menjadi
saksi atas keadilan. Janganlah kebencian kepada suatu kaum menyebabkan kamu
tidak menjalankan keadilan. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
taqwa. Dan patuhlah kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu tahu betul apa- apa
yang kamu kerjakan. Q.S
Al- Maidah: 8)
Kebalikan
dari sifat adil adalah zalim, yaitu menetapkan suatu keputusan hukum
secara berat sebelah atau tidak seimbang. Merugikan pihak lainnya, memutar
balikkan fakta, atau mengambil hak orang lain secara melampaui batas. Sehingga
orang lain teraniaya.
Keempat,
memelihara kesucian diri (al-
Ifafah), yaitu menjaga dan memelihara kesucian dan kehormatan diri dari
tindakan tercela, fitnah, dan perbuatan yang dapat mengotori dirinya. Firman
Allah:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكّٰهَا
Berbahagialah
orang yang membersihkan jiwanya (Q.S.
Asy-Syamsu:9)
Akhlak mazmumah dari ifafah ini
adalah budak nafsu, yaitu mengikuti keinginan hawa nafsu dan emosinya. Sehingga
apa saja yang di inginkannya di lakukannya tanpa mempertimbangjan baik atau
buruk, halal atau haram.
b)
Akhlak terhadap orang tua
Akhlak dalam keluarga meliputi
segala sikap dan perilaku dalam keluarga, contohnya berbakti pada orang tua,
menghormati orang tua dan tidak berkata- kata yang menyakitkan mereka (Mukni’ah,
2011: 117-118).
Orang tua menjadi sebab
adanya anak- anak, karena itu akhlak terhadap orang tua sangat ditekankan oleh
ajaran Islam. Bahkan berdosa pada orang tua termasuk dosa besar yang siksanya
tidak hanya diperoleh di akhirat, tetapi juga selagi hidup.
Prinsip- prinsip dalam
melakukan akhlak mahmudah terhadap orang tua adalah: Pertama patuh, yaitu mentaati perintah orang tua,
kecuali perintah itu bertentangan dengan perintah Allah. Kedua ihsan, yaitu
berbaik kepada mereka sepanjang hidupnya. Ketiga lemah lembut dalam
perkataan maupun tindakan. Keempat merendahkan diri di hadapannya. Kelima
berterima kasih. Keenam berdo’a untuk mereka atau meminta do’a
kepada mereka (Suryana,dkk:195).
c)
Akhlak terhadap tetangga
Akhlak dalam masyarakat
meliputi sikap kita dalam menjalani kehidupan sosial, menolong sesama, dan
menciptakan masyarakat yang adil yang berlandaskan Al-Qur’an dan hadis
(Mukni’ah, 2011: 117-118).
Akhlak terhadap tetangga
merupakan perilku yang terpuji. Tetangga merupakan orang yang paling dekat
secara sosial, karena itu menjadi prioritas untuk diperlakukan secara baik,
sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis dalam bentuk tolong menolong dan
sebagainya.
Berbuat baik kepada
tetangga sangat di anjurkan oleh Rasulullah Saw, beliau merinci hak tetangga
sebagai berikut:
Hak tetangga yaitu:kalau iaingin meminjam hendaklah engkau pinjamkan; kalau ia minta tolong
hendaklah engkau tolong; kalau ia sakit, hendaklah engkau lawat; kalau ia ada
keperluan, hendaklah engkau beri; kalau ia miskin, hendaklah engkau beri bantuan;
kalau ia mendapat kesenangan, hendaklah engkau ucapkan selamat; kalau ia dapat
kesusahan, hendaklah engkau hibur; kalau ia meninggal, hendaklah engkau antar
jenazahnya. Janganlah engkau bangun rumah lebih tinggi dari rumahnya, janganlah
engkau susahkan ia dengan bau masakan mu kecuali engkau berikan kepadanya
masakanmu itu. Jika engkau beli buah- buahan hendaklah engkau hadiahkan
kepadanya, dan kalau tidak engkau beri, bawalah masuk ke dalam rumahmu dengan
sembunyi, dan jangan engkau beri anakmu bawa keluar buah- buahan itu, karena
nanti anaknya inginkan buah itu (HR. Abu Syaikh) (Suryana,dkk:196).
F.
Metodologi Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kepustakaan (library research). Studi
Pustaka adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta
mengolah bahan penelitian. (Mestika Zed, 2008: 3).
Sedangkan
menurut Randolf (2009) dalam Punaji Setyosari (2013) Kajian pustaka atau kajian literatur
merupakan suatu analisis dan sintesis informasi, yang memusatkan perhatian pada
temuan-temuan dan bukan kutipan bibliografi yang sederhana, meringkas
substansi literatur dan mengambil kesimpulan dari suatu isi literatur
tersebut. (Setyosari, 2013: 96).
Jadi,
penelitian ini adalah penelitian yang berpusat pada kepustakaan. Dalam
penelitian ini pengumpulan data dan informasi dengan cara membaca dan menelaah
buku, jurnal, majalah, atau artikel yang berkaitan dengan isi materi yang akan
digunakan dan berhubungan dengan permasalahan.
2.
Sumber Data
a.
Data Primer
Data
primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara
langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga data asli atau data baru
yang memiliki sifat up to date. (Bisri, 2014:12) Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah Novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman
El-Shirazy.
b.
Data Sekunder
Data
sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai
sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). (Bisri, 2014:13). Data sekunder dalam penelitian ini adalah:
1)
Abuddin
Nata. 2000. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2)
M.
Fajar Shodiq. 2013. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Surakarta:
Fataba Press
3)
Mestika
Zed. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Obor
4) Moleong, Lexy. J.. 2014. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
5)
Muhammad
Mustari.2014. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang relevan dengan tujuan penelitian yaitu dokumentasi.
Metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis, buku, majalah,
peraturan, notulen rapat, dan sebagainya. (Arikunto,2006:158). Dalam
menggunakan berbagai cara tersebut diharapkan dapat memperoleh data yang representatif.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan buku-buku yang relevan.
4.
Keabsahan Data
Keabsahan
data dalam penelitian kualitatif berguna untuk menguji kredibilitas data atau
kepercayaan terhadap data hasil penelitian. Terdapat banyak teknik untuk
pengujian kredibilitas data hasil penelitian, diantaranya yaitu perpanjangan
keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan
referensi, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota. (Moleong, 2011:327-333).
Berkaitan
dengan penelitian ini penulis menggunakan cara meningkatkan ketekunan berarti
melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan dan berarti pula
bahwa ketekunan mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara
dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Maksud dari
perpanjangan keikutsertaan ialah untuk memungkinkan peneliti terbuka terhadap
pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama pada
peneliti dan subjek yang akan diteliti.
5.
Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari data dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011: 248). Bahan-bahan yang bisa dianalisis melalui content analysis yakni bahan-bahan
tertulis seperti buku teks, novel, koran, bahkan musik, gambar-gambar,
pembicaraan politik, bisa dikaji melalui content
analysis. Adapun langkah-langkah kerja metode ini adalah sebagai berikut:
a. Memaparkan data-data yang sesuai dengan
tema penelitian.
b. Melakukan analisa terhadap data yang
telah dipaparkan.
c. Menarik kesimpulan dari analisa data.
Analisa kajian isi dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 yaitu
dengan terlebih dahulu membaca dan mengamati teks, kemudian diklarifikasi
berdasarkan teori yang dirancang dan selanjutnya menelaah atau menganalisis
kandungan akhlak dalam kehidupan kemudian dideskripsikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfan, Muhammad. 2013.
Pengantar Filsafat Nilai. Bandung:
Pustaka Setia.
Aminuddin, dkk.
2014. Pendidikan Agama Islam untuk
Perguruan Tinggi Umum.
Arikunto, Suharsimi.
2006 prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Aziz, Erwati. 2003. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam.
Surakarta: Tiga Serangkai
Bisri.2014. Statistika Sosial&Pendidikan.
Surakarta : Fataba Press. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hanafi, RMA. 2001. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi: . Yogyakarta: Philosophy
Press.
Ilyas, Yunahar. 2006. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.
Khozin. 2013. Khazanah Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya
Makhbulloh, Deden. 2012. Pendidikan Agama Islam (Arah Baru
Pengembangan Ilmu dan Kepribadian di
Perguruan Tinggi). Jakarta:Raja Grafindo
Persada.
Mansur. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mestika,Zed. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta:
Obor.
Moleong, Lexy. J.. 2014. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mukni’ah. 2011. Materi Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Riadi, Dayun., et.al. 2017. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Setyosari, Punaji. 2013. Metode
Penelitian dan Pengembangan. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Suryana,Toto.,et.al. 1997. Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Tiga Mutiara.
Untung, Moh.Slamet. 2002. Menelusuri
Metode Pendidikan ala
Rasulullah.Semarang: Pustaka Rizki Putra.Moh.
No comments:
Post a Comment