Wednesday, January 29, 2020

Pengertian Anak Didik


A.      Pengertian Anak Didik
Anak didik adalah mahluk yang sedang berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. (Abuddin Nata, 1997:79)
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik bukan binatang, tetapi ia adalah manusia yang mempunyai akal. Anak didik adalah unsur manusiawi yang penting dalam kegiatan interaksi kegiatan edukatif. Ia dijadikan sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai pokok persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran anak didik sebagai subjek pembinaan.  (Syaiful Bahri Djamarah, 2005:51)
Dalam pandangan yang lebih modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subyek pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.
Anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan. Dalam pandanagn Islam, hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu dari Allah, maka membawa konsekuensi perlunya seorang anak didik mendekatkan diri kepada Allah atau menghiasi diri dengan ahlakyang mulia dan disukai oleh Allah, dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tida disukai oleh Allah. Dalam hubungan ini muncul aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa bagi seseorang yang sedang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah dari Allah. Hal ini dapat dipahami dari ucapan Imam Syafi’i sebagai berikut :
Artinya:
“Aku mengadukan masalahku kepada guruku bernama Waki’, karena kesulitan dalam mendapatkan ilmu (sulit menghafal). Guruku itu menasihatiku agar menjauhi perbuatan maksiat. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.”
B.       Hakikat Anak Didik
Dalam perspektif  filsafat pendidikan islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1.      Anak didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya dalam keluarga.
2.      Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal, seperti sekolah, pondok pesantern, tempat pelatihan, sekolah keterampilan, tempat pengajian anak-anak seperti TPA, majelis taklim, peserta pengajian di masyarakat yang dilaksanakan seminggu sekali atau sebulan sekali, semua orang-orang yang menimba ilmu yang dapat dipandang sebagai anak didik.
3.      Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan denganproses kependidikan.
Bagi para pendidik, anak didik adalah anaknya sendiri. Oleh karena itu, para pendidik bertanggung jawab melihat perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan anak didiknya, terutama ahlaknya. Para pendidik berkewajiban menjaga nama baik lembaga pendidikan dengan dengan mengajarkan pendidikan ahlak kepada anak didiknya, para pendidik membina anak didiknya dengan materi pengetahuan yang sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan yang dimaksudkan.
Tugas utama anak didik adalah belajar, menunutut ilmu dan mempraktikkan  yang ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila anak didik menerima mata pelajaran ilmu agama Islam yang didaalamnya terdapat ilmu ibadah shalat, ilmu yang diterimanya dapat menjadi penuntun kehidupan ibadahnya. Ilmu tentang shalat bukan hanya untuk di hafal, tetapi harus diamalkan, sebagaimana ilmu ahlak mengajarkan tata cara berprilaku menurut ajaran Islam maka ilmu ahlak pun bukan untuk dihafal, tatapi untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan belajar anak didik ditentukan oleh tiga hal mendasar, yaitu :
1.      Sikap anak didik yang mencintai ilmu dan para pendidiknya.
2.      Sikap anak didik yang selalu konsentrasi dalam belajar.
3.      Tumbuhnya sikap mental yang dewasa dan mampu menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
C.      Ahlak Anak Didik
Ahlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa, yang kata asalnya khuluqun, yang berarti: perangai tabiat, adat atau khalqun yang berarti kejdian, perbuatan, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat. ( Abu Ahmadi dan Nursamlim 1996:198)
Ahlak merupakan bagian dari pokok ajaran agama islam sebagaimana Nabi SAW bersabda :
“Aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan ahlak”. Eksistensi ahlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa yang mempunyai tujuan langsung yaitu harga diri dan mencari ridha Allah SWT.
Asma Hasan Fahmi menyebutkan empat ahlak yang harus dimiliki anak didik, yaitu:
1.      Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah ibadah yang tidak sah dikerjakan kecuali, dengan  hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut dapat dilakukan dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki, benci, menghasut, takabur. Namun seharusnya diikuti dengan menghiasi diri dengan ahalak yang mulia seperti bersikap benar, taqwa, ikhlas, zuhud, ridha dan lain sebagainya.
2.      Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keutamaan mendekatkan diri kepada Allah, dan bukan untuk mencari kemegahan dan kedudukan. Dengan ilmu seseorang menjadi mulia, sebagaimana Nabi Adam as. yang dihormati oleh para malaikat. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad bin al-Hasan Ibn Abdullah dalam sya’irnya:
Artinya : “Belajarlah kamu, karena ilmu itu adalah hiasan bagi yang memilikinya, keutamaan dan pertolongan bagi derajat yang terpuji. Dan jadikanlah hari-hari yang dilalui sebagai kesempatan untuk menambah ilmu, dan berjuanglah dalam meraih segenap keluhuran ilmu”.
3.      Seorang pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan.
4.      Seorang anak didik wajib menghormati gurunya.
       Ada dua hal yang menjadi titik fokus anak didik dan orang tua dalam mensucikan dirinya secara totalitas sebelum menuntut ilmu, yaitu:
1.      Suci rohaniah, yaitu anak didik harus bisa menjauhkan sifat yang mengotori jiwa dari sucinya al-nur dan al-haq. Kotornya jiwa akan mengakibatkan tertutupnya sinar illahiyah menembus kalbu seorang anak didik.
2.      Suci jasmaniah, yaitu anak didik harus mampu menjauhkan diri dari memakan atau meminum yang dilarang oleh Allah, baik dari segi jenis maupun dari sumber diperolehnya makanan dan minuman tersebut.
       Zainudin dalam buku filsafat pendidikan Islam, beliau mengutif hadis shahih Bukhari dan Muslim dalam mengemukakan sifat dan karakter yang dimiliki anak didik sebagai berikut :
1.      Memiliki sifat tamak dalam menuntut ilmu dan tidak malu-malu.
2.      Selalu mengulang pelajaran di waktu malam dan tidak menyia-nyiakan waktu malam.
3.      Memanfaatkan atau mengajarkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
4.      Memiliki keinginan dan motivasi untuk mencari ilmu pengetahuan
Seorang anak didik hendaklah memilki ahlak yang mulia dan senantiasa mengembangkan potensi yang dimilkinya dengan sebaik mungkin. Anak didik yang berupaya mencari ilmu pengetahuan dan membentuk sikap dengan ahlak mulia, maka dalam hal ini anak didik dituntut bersikap baik pada setiap guru atau pendidiknya. Sikap-sikap tersebut antara lain : jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu, jangan lalai dalm menuntut ilmudan jangan cepat merasa puas terhadap ilmu yang sudah diperoleh, jangan merasa terhalang karena faktor usia, sabar, teguh pendirian, hormati pendidik sebagai ornag yang telah berjasa dalam membimbing ke arah yang baik, berbuat baik terhadap guru, teman dan orang tua serta amalkan ilmu pengetahuan yang telah diberikan demi kemaslahatan umat.
D.      Dimensi-dimensi Anak Didik yang Akan di Kembangkan
1. Dimensi Fisik (Jasmani)              
       Menurut Widodo Supriyono, manusia merupakan makhluk multidimensional yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Secara garis besar, ia membagi manusia pada dua dimensi yaitu dimensi jasmani dan rohani. Secara rohani manusia mempunyai potensi jasmani yang tak terhingga banyaknya.
       Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna dibandingkan organisme makhluk-makhluk lainnya. Pada dimensi ini, proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan, sebab semuanya termasuk bagian dari alam. Setiap alam biotik memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara dan air. Namun meskipun begitu, susunan penciptaan biologis manusia lebih sempurna daripada makhluk lainnya.
       Mendidik jasmani dalam Islam, memiliki dua tujuan sekaligus yaitu: Pertama, membina tubuh sehingga mencapai pertumbuhan secara sempurna. Kedua, mengembangkan energi potensial yang dimiliki manusia berdasarkan hukum fisik, sesuai dengan perkembangan fisik manusia.
2. Dimensi Akal
    Al-Ishfahani, membagi akal manusia menjadi dua macam, yaitu :
a.         Aql al-mathbu, yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah sebagai fitrah illahi. Akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi. Namun demikian, akal ini tidak akan bisa berkembang n baik secara optimal, bila tidak dibarengi dengan kekuatan akal lainnya yaitu aql al-masmu’
b.         Aql al—masmu’, yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat bantuan proses penginderaan, secara bebas. Untuk mengarahkan agar akal ini tetap berada di jalan Tuhan-Nya, maka keberadaan akal masmu’ tidak dapat dilepaskan.
Sedangkan fungsi akal manusia terbagi enam, yaitu :
a.       Akal adalah penahan nafsu.
b.      Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi   sesuatu baik yang tampak jelas maupun yang tidak jelas.
c.       Akal adalah petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan kesesatan.
d.      Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan tingkah laku.
e.       Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
f.       Akal adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang sedang dihadapi. Akal menghimpun semua pecan dari apa yang pernah terjadi untuk menghadapi apa yang terjadi.
       Meskipun demikian, kemampuan akal cukup terbatas. Pada dimensi ini, akal memerlukan bantuan al-qalb. Melaului potensi al-qalb, manusia dapat merasakan eksistensi arti immaterial dan kemudian menganalisisnya lebih lanjut. Dalam dunia pendidikan, fungsi intelektual atau kemampuan akal anak didik dikenal dengan istilah kognitif. Kognitif sebagai salah satu peranan psikologis yang berpusat di otak meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan, dan keyakinan.
       Dalam Al-Qur’an, tidak kurang dari 300 kali Allah memperingatkan manusia untuk menggunakan akalnya, terutama dalam memperhatikan alam semesta. Diantaranya adalah seperti firman Allah SWT :
Artinya: “Dan dia menundukan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untuk-mu) terdapat dalam perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mempergunakan akal”. (QS.An-Nahl:12).
       Melalui ayat di atas, Allah mengajak manusia untuk mengembangkan dan mempergunakan akalnya semaksimal mungkin untuk mengenal dan memanfaatkan alam semesta untuk kepentingan hidupnya. Dengan dasar ini, jelas bahwa materi dalam pendidikan akal adalah seluruh alam ciptaan Allah meneliti sekalian makhluk-Nya dengan penuh kesempurnaan, memberi indikasi bahwa tujuan akal yang sebenarnya adalah untuk meyakini, mengakui dan mempercayai eksistensi Allah. Tujuan ini merupakan ciri khas pendidikan islam yaitu internalisasi (penanaman) dan transformasi (pembentukan) nilai-nilai illahi ke dalam diri anak didk.
3. Dimensi Keberagamaan
       Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut homoreligius (makhluk yang beragama). Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir semua ahli ilmu jiwa sependapat bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan.
       Dalam pandangan islam, sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa agama, yaitu jiwa yang mengakui adanya zat yang Maha Pencipta dan Maha Mutlak yaitu Allah SWT. Sejak di dalam roh, manusia telah mempunyai komitmen bahwa Allah adalah Tuhannya. Islam juga memandang ada suatu kesamaan diantara sekian perbedaan manusia. Kesamaan itu tidak akan pernah berubah karena pengaruh ruang dan waktu, yaitu potensi dasar beriman kepada Allah.
4. Dimensi Akhlak
       Salah satu dimensi manusia yang sangat dibutuhkan dalam pendidikan islam adalah akhlak. Nilai-nilai akhlak dan keutamaan akhlak dalam masyarakat merupakan aturan yang diajarkan oleh agama. Dengan konsepsi ini, seorang muslim dikatakan sempurna dalam agamanya bila memiliki akhlak yang mulia, demikian pula sebaliknya. Filosof pendidikan islam sepakat, bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan islam. Sebab, tujuan tertinggi pendidikan islam adalah pembinaan akhlak al-karimah.
       Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, memiliki kemauan yang keras, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku perangai, bersifat bijaksana, beradab, ikhlas, jujur dan suci. Dengan kata lain, pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah). Perlu disadari, bahwa pendidikan akhlak terjadi melalui semua segi pengalaman hidup baik melaui penglihatan, pendengaran dan pengalaman. Pembentukan akhlak dilakukan setahap demi setahap sesuai dengan irama pertumbuhan dan perkembangan, serta proses yang dialami.
5. Dimensi Rohani (Kejiwaan)
       Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tentram dan bahagia. Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan setelah Allah meniupkan ruh-Nya atas ciptaannya.
Al-ghazali menjelaskan, bahwa: “insan adalah makhluk yang diciptakan dari tubuh yang dapat dilihat oleh pandangan dan jiwa yang bisa ditanggapi oleh akal dan bashirah, tetapi tidak dengan panca indera. Tubuhnya dikaitkan dengan tanah dan ruhnya. Dalam konteks ini, Al-Ghazali membagi ruh kepada dua bentuk: 1) al-ruh, yaitu daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri, mengenal tuhannya dan mencapai ilmu pengetahuan, sehingga dapt menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi motivator sekaligus penggerak bagi manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT. 2) an-nafs (jiwa) merupakan tanda adanya kehidupan pada diri manusia. An-nafs  dalam konteks ini diistilahkan dengan nyawa (al-hayat) yang membedakan manusia dengan benda mati, tapi tidak membedakannya dengan makhluk lain seperti hewan dan tumbuhan, karena sama-sama memiliki an-nafs. Akan tetapi, pada tingkat esensial eksistensi an-nafs berbeda antara manusia sebagai makhluk mulia dengan makhluk yang sesat, meskipun sama-sama memiliki an-nafs.
6. Dimensi Seni (Keindahan)
       Seni adalah ekspresi roh dan berdaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Seni merupakan bagian dari hidup manusia. Allah telah menganugrahkan kepada seluruh manusia berbagai potensi rohani maupun indrawi, maka nilai seni dapat diungkapkan oleh perorangan sesuai kecenderungannya.
          Dimensi seni pada diri manusia tidak boleh diabaikan. Dimensi seni perlu ditumbuhkan karena keindahan dapat menggerakan dan menengkan batin, meringankan beban kehidupan, serta lebih mampu menikmati keindahan hidup. Keberadaan seni dalam Islam telah diperlihatkan langsung oleh Allah lewat tuntunan-Nya yaitu Al-Qur’an. Nilai keindahan Al-Qur’an yang demikian tinggi menunjukan kehadiran Illahi dalm objek pengetahuan manusia. Hal ini disebabkan al-Qur’an adalah ekspresi kebijaksanaan dan pengetahuan Allah, tuntutan dan petunjuk-Nya, kehendak dan perintah-Nya.
7. Dimensi Sosial
       Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk social. Keserasian antar individu dan masyarakat tidak mempunyai kontradiksi antara tujuan social dan tujuan individu. Dalam Islam tanggungjawab tidak terbatas pada perorangan, tetapi juga social sekaligus.
       Setiap individu adalah bagian dari kelompoknya. Kelompok terkecil dalam masyarakat adalah keluarga. Kelompok yang paling penting dan besar pengaruhnya adalah keluarga. Karena perkembangan manusia dimulai sejak lahir. Dalam perkembangan social, setiap individu menempatkan dirinya diantara individu lainnya. Agen sosialisasi pertama dan utama bagi seorang anak adalah orang tuanya. Setiap orang tua harus menyadari bahwa setiap interaksinya dengan anak merupakan kesempatan baik untuk menumbuhkan benih-benih penyesuaian social dan pembentukan watak yang dapat menghasilkan sesuatu yang sangat berharga dalam interaksi kemanusiaan. Sebelum anak menyadari dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, stimuli social yang diberikan dalam kehidupan keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan jiwa social selanjutnya.
E.       Metode Pendidikan Anak Dalam Islam
1.      Metode pendidikan dengan keteladanan
Metode pendidikan dengan keteladanan sangat berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos pada anak. Bahkan Rasulullah punmerupakan suri tauladan yang baik seperti yang dijelaskan dalam Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 21 :
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagi orang yang berharap kepada Allah, hari akhir dan bagi orang yang banyak mengingat Allah.”
       Dari hal tersebut ahlak dan perilakunya layak dijadikan sebagai contoh. Mengingat pendidik merupakan seorang figur terbaik dalam pandangan anak, baik tingkah laku atau pun sopan santunnya, akan ditiru oleh mereka.
2.        Metode Nasihat
Nasihat adalah kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya.Menurut Al-Qur’an metode nasihat itu hanya diberikan kepada mereka yang melanggar aturan,dan ini bias terjadi tetapi jarang terjadi.Metode ini bertujuan supaya timbulnya kesadaran pada orang yang dinasehati agar mau insaf melaksanakan ketentuan hukum atau ajaran yang dibebankan kepadanya.
3.      Metode Pembiasaan
Cara lain yang digunakan oleh Al-Qur’an adalah kebiasaan yang dilakukan secara bertahap.Kebiasaan ditempatakan oleh manusia sebagai suatu yang istimewa.Bila pembawaan yang merupakan pembiasaan tersebut tidak diberikan Tuhan kepada manusia,tentu mereka hanya untuk belajar berjalan,berbicara,dan sejenisnya.Tetapi di samoing itu ini juga dapat dirubah menjadi factor penghalang yang besar,bila kehilangan penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa.
4.    Metode Hukum dan Ganjaran
Di dalam al-Qur’an hukuman biasa di kenal dengan nama azab. Kecenderungana-kecenderungan pendidikan modern sekarang memandang tabu terhadap hukuman itu,tetapi generasi muda yang ingin dibina tanpa hukuman itu seperti di Amerika adalah generasi muda yang sudah kedodoran,meleleh,dan sudah tidak bias dibina lagi eksistensinya.
Tujuan dari metode ini adalah agar manusia yang melanggar itu insyaf, bertaubat,dan kembali menjadi orang yang baik.Dengan demikian,keberadaan hukuman dan ganjaran diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka membina umat manusia melalui kegiatan pendidikan.

No comments:

Post a Comment

Pengertian Anak Didik

A.       Pengertian Anak Didik Anak didik adalah mahluk yang sedang berada dalam proses pekembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya ma...