BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan tentunya terdapat sebuah subjek, objek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Subjek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan. Sedangkan objek pendidikan adalah orang atau kelompok yang menerima pendidikan tersebut.
Al-Quran merupakan kitab suci umat Islam di seluruh dunia. Bukan hanya sekedar kumpulan lembaran-lembaran yang dibaca dan mendapatkan pahala dengan membacanya. Namun lebih dari itu, Al-Quran merupakan mukjizat yang abadi samapai akhir nanti. Di dalam Al-Quran terdapat kandungan pengetahuan yang tiada tara. Baik yang tersurat maupun yang masih tersirat.
Untuk mengetahui makna-makna dan hikmah-hikmah yang terdapat dalam Al-Quran, perlu adanya penafsiran—penafsiran tentang ayat-ayatnya dan semua itu terdapat dalam ilmu tafsir. Dalam makalah ini kami akan membahas terkait dengan objek pendidikan berdasarkan Al-Quranyang terkandung dalam Q.S At-Tahrim ayat 6, dan At-Taubah ayat 122.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini:
Apa pengertian objek pendidikan?
Bagaimana tafsir ayat Al-Quran tentang objek pendidikan?
Bagaimana kontekstualisasi ayat Al-Quran tentang objek pendidikan pada masa sekarang?
Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini:
Untuk mengetahui pengertian objek pendidikan.
Untuk mengetahui tafsir ayat Al-Quran tentang objek pendidikan.
Untuk mengetahui kontekstualisasi ayat Al- Quran tentang objek pendidikan pada masa sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Objek Pendidkan
Menurut John Dewey “Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental, secara intelektual dan fundamental ke arah alam sesama manusia” Frederick J. Mc Donald berpendapat bahwa “Pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat”.
Tokoh pendidikan lain yang juga sangat berpengaruh di dunia pendidikan nasional adalah Ki Hajar Dewantara (1889 — 1959), mengatakan bahwa “Pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
Dari pengertian-pengertian pendidikan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses yang dilaksanakan dengan terencana dan secara langsung untuk mendidik, mendewasakan serta meningkatkan tingkat kehidupan anak secara utuh. Jadi pendidikan dilaksanakan dimanapun, kapanpun dan kepada semua usia. Dalam hal ini, pendidikan dapat dikatakan sebagai life-long process dari manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayat (Dardiri, 2006: 38).
Jadi, objek pendidikan adalah murid atau orang yang menerima dan menjalani proses pendidikan yang dilangsungkan oleh subjek pendidikan atau pun yang dialami langsung oleh objek melalui pengalaman sehari-hari dan relasi objek dengan subjek dan objek lain serta relasi dengan alam (lingkungan) (Tirtarahardja dan Sulo, 2008: 33-35).
Tafsir Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Objek Pendidikan
Q.S At-Tahrim ayat 6
Firman Allah dalam Q.S At-Tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Di dalam kitab tafsir Jalalain menjelaskan bahwa (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu) yakni dengan mengarahkan mereka kepada jalan kepada jalan ketaatan kepada Allah, (dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia) yang dimaksud manusia ialah orang-orang kafir (dan batu) seperti berhala-berhala yang mereka sembah yang menjadi bahan bakar neraka. Atau dengan kata lain api neraka itu sangat panas, sehingga hal-hal tersebut dapat terbakar. Berbeda dengan api di dunia yang dinyalakan dengan kayu dan sebagainya. (penjaganya malaikatmalaikat) yakni, juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat yang jumlahnya sembilan belas, seperti yang dijelaskan surat al-Muddatsir, (yang kasar) yakni kasar hatinya, (yang keras) sangat keras hantamannya, (mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka) malaikat-malaikat penjaga neraka itu tidak pernah mendurhakai Allah, (dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan) lafadz ayat ini berkedudukan sebagai
badal dari lafadz sebelumnya.
Dalam ayat ini terkandung ancaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad, juga ayat ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik, yaitu mereka yang mengaku beriman dengan lisannya tetapi hati mereka masih tetap kafir (Mahalliy dan as-Sayyuthi, tt: 2489)
Q.S At- Taubah ayat 122
Firman Allah Q.S At-Taubah ayat 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُون
” Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Dalam ayat 122 ini masih jelas diterangkan bahwa golongan-golongan itu keluar apabila ada panggilan sudah datang. Mereka semuanya datang kepada Rasulullah SAW mendaftarkan dirinya, ringan maupun berat, muda maupun tua. Tetapi hendaklah dari golongan-golongan yang banyak itu datang berbondong kepada Rasulullah, ada satu kelompok (thaifatun), yang bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya tentang agama itu adalah hal agama.
Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut berjuang. Tetapi Rasulullah SAW kelak membagi tugas mereka masing-masing. Ada yang berjihad kegaris muka dan ada yang berjihad digaris belakang. Sebab itu maka kelompok kecil yang memperdalam pengetahuannya tentang agama itu adalah sebagian daripada jihad juga.
Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi memberikan dua penjelasan yaitu: pertama, orang-orang mukmin sebaiknya tidak pergi semua kehadapan Nabi untuk mempelajari agama, karena itu tidak wajib dan tidak jawaz. Pendalaman agama bukanlah seperti perang bersama Rasulullah yang wajib diikuti oleh setiap orang islam yang tidak tertimpa udzur. Sebaiknya sekelompok dari penduduk yang tinggal di desa itu pergi ke hadapan Rasulullah untuk mendalami agama dan setelah pulang ke desa, mereka menyeru kepada kaumnya agar mereka takut siksaan Allah dengan menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya (Al-Jawi, tt: 359-360).
Kedua,tidak boleh bagi kaum mukmin pergi semuanya (kemedan perang) dengan meninggalkan Nabi, tetapi sebaiknya mereka dibagi dua kelompok yaitu yang satu kelompok pergi berperang untuk menaklukkan orang-orang kafir dan yang satu kelompok bersama Rasulullah untuk mempelajari ilmu dan agama (Al-Jawi, tt: 359-360).
Asbabun Nuzul
Q.S At-Tahrim ayat 6
Peristiwa yang melatarbelakangi hingga akhirnya turun ayat ini adalah : diriwayatkan bahwa nabi menggilir para istri. Ketika tiba giliran Hafshah, maka dia meminta izin berkunjung kepada orang tuanya dan nabi member izin. Ketika Hafshah keluar, nabi memanggil seorang budak perempuan, beliau bernama Mariyah Al-Qibtiyah dan berbincang-bincang dengannya di kamar Hafshah. Ketika Hafshah kembali, dia melihat Mariyah di kamarnya dan sangat cemburu serta berkata, “Anda memasukkan dia ke kamarku ketika kami pergi dan bergaul dengannya di atas ranjangku? kami hanya melihatmu berbuat demikian karena hinaku di matamu”. Nabi berkata untuk menyenangkan Hafshah, sesungguhnya aku mengharamkannya atas diriku dan jangan seorangpun kamu beritahu hal itu.” Namun ketika nabi keluar dari sisinya, Hafshah mengetuk tembok pemisah antara dirinya dan Aisyah, dan memberitahukan rahasia tersebut. Maka nabi marah dan bersumpah bahwa beliau tidak akan mengunjungi para istri selama sebulan. Maka Allah menurunkan ayat, Hai Nabi mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkan bagimu.”
Kemudian setelah ayat 6 ini turun menjadi peristiwa seperti berikut: Telah diriwayatkan, bahwa Umar berkata ketika ayat itu turun, “Wahai Rasulullah, kita menjaga diri kita sendiri. Tetapi bagaimana kita menjaga keluarga kita?” rasulullah saw. menjawab, Kamu larang mereka mengerjakan apa yang dilarang Allah untukmu, dan kamu perintahkan kepada mereka apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Itulah penjagaan diri mereka dengan neraka (Al-Maraghi, 1970: 261).
Q.S At-Taubah ayat 122
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadits melalui Ikrimah yang telah menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu : “Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. At-Taubah : 39).
Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah Badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya : “Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu.” Kemudian turunlah firman-Nya yang mengatakan : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah : 122).
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Abdullah Ibnu Ubaid Ibnu Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa : bila Rasululla mengirimkan Sariyyahnya, maka mereka semuanya berangkat, dan mereka meninggalkan Rasul di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah SWT, yaitu Q.S. At-Taubah : 122 (Al-Mahalliy dan As-Suyuthi, tt: 846)
Kontekstualisasi Ayat
Q.S At-Tahrim ayat 6
Dari penjelasan Qs. At-Tahrim (66) ayat 6 dapat diambil sebuah pelajaran penting jika ditinjau dari aspek pendidikan yaitu :
Hendaknya setiap muslim menjaga dirinya dari api neraka dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dapat menjerumuskannya kedalam api neraka, serta hendaknya seorang muslim itu mengajarkan kepada keluarganya perbuatan-perbuatan yang dengannya mereka dapat menjaga diri mereka dari api neraka.
b. Dalam Qs. At-Tahrim (66) ayat 6 ini juga terdapat isyarat bahwa setiap suami berkewajiban mempelajari fardu-fardu agama, kebaikan dan budi pekerti yang nantinya dapat diajarkan kepada ahli keluarganya.
c. Setiap muslim berkewajiban mengajari dan membimbing keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya berbagai hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah SWT kepada mereka dan apa yang dilarangnya.
d. Seorang suami yang berperan sebagai kepala keluarga, hendaklah ia memerintahkan ahli keluarganya untuk mengerjakan solat serta sabar dalam memberi peringatan kepadanya.
2. Q.S At. Taubah ayat 122
a. Setiap muslim berkewajiban untuk melaksanakan jihad, baik itu keluar untuk berjihad di medan perang mempertahankan agama dan Negara, maupun yang keluar berjihad dalam menuntut ilmu agama untuk diajarkan kepada kaum kerabat maupun masyarakat.
b. Setiap muslim harus Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan tidak kalah derajatnya dari orang-orang yang berjihat dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam Qs At Tahrim ayat 6, menunjukkan bahwa yang menjadi objek pendidikan adalah diri kita sendiri, anak, istri ahli keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggung jawab kita. Hal ini merupakan perintah untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka yang merupakan tarbiyah untuk diri sendiri dan keluarga.
Dalam Qs At Taubah ayat 122, menunjukkan bahwa yang menjadi objek pendidikan adalah lebih khusus, yakni sebagian dari orang-orang mumin.
No comments:
Post a Comment